Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sejarah Pelaksanaan Pemilu di Indonesia dari Masa ke Masa (1955-2014)

Indonesia telah menyelenggarakan 11 kali pemilihan umum. Khususnya untuk pemilihan anggota parlemen (baik pusat maupun daerah) digunakan jenis Proporsional, yang kadang berbeda dari satu pemilu ke pemilu lain. Perbedaan ini akibat sejumlah faktor yang mempengaruhi seperti jumlah penduduk, jumlah partai politik, trend kepentingan partai saat itu, dan juga jenis sistem politik yang tengah berlangsung.

Sistem pemilu di Indonesia tidak terlepas dari fungsi rekrutmen dalam sistem politik. Mengenai sistem pemilu, Norris mengatakan bahwa rekrutmen seorang kandidat oleh partai politik tergantung pada sistem pemilu yang berkembang di sebuah negara. Di Indonesia, pemilihan legislatif (DPR, DPRD I, dan DPRD II) memakai sistem proporsional dengan daftar terbuka. Lewat sistem semacam ini, partai-partai politik cenderung mencari kandidat yang populer sehingga punya elektabilitas yang tinggi di mata para pemilih. Hal ini pula yang mendorong banyak artis (penyanyi, lawak, sinetron) yang tergiur untuk bergabung ke dalam sebuah partai politik. Daftar terbuka memungkinkan seorang kandidat mendapat contrengan lebih banyak ketimbang calon lainnya dalam partai yang sama. Bagi partai politik, populernya seorang caleg membuat pilihan pemilih terfokus kepada partainya ketimbang kepada partai-partai politik lain.

Di Indonesia pula, undang-undang pemilu yang terakhir mensyaratkan seluruh parpol menyertakan minimal 30% kandidat perempuan. Hal ini membuka kemungkinan yang lebih besar bagi perempuan untuk menjadi legislator. Namun, di sisi lain partai politik sangat selektif terhadap caleg perempuan: Hanya caleg perempuan yang memenuhi kriteria tertentu (akademik, populer, cantik) yang benar-benar masuk ke dalam 30% kandidat partai mereka. Sehingga tingkat persaingan antar caleg perempuan juga besar seperti antar caleg laki-laki.

Untuk mempersingkat wakti, berikut ini langsung saja akan kami paparkan tentang sejarah perjalanan pemilihan umum di Indonesia dari waktu ke waktu serta hasil pelaksanaannya :

Sejarah Pelaksanaan Pemilu 1955

Ilustrasi Pemilihan Umum Tahun 1955
Ilustrasi Pemilihan Umum Tahun 1955

Pemilu 1955 adalah pemilihan umum pertama yang diadakan oleh Republik Indonesia. Pemilu ini merupakan reaksi atas Maklumat Nomor X/1945 tanggal 3 Nopember 1945 dari Wakil Presiden Moh. Hatta, yang menginstruksikan pendirian partai-partai politik di Indonesia. Pemilu pun (menurut Maklumat) harus diadakan secepat mungkin. Namun, akibat belum siapnya aturan perundangan dan logistik (juga ricuhnya politik dalam negeri seperti pemberontakan), Pemilu tersebut baru diadakan tahun 1955 dari awalnya direncanakan Januari 1946.

Landasan hukum Pemilu 1955 adalah Undan-undang Nomor 7 tahun 1953 yang diundangkan 4 April 1953. Dalam UU tersebut, Pemilu 1955 bertujuan memilih anggota bikameral, Anggota DPR dan Konstituante (seperti MPR). Sistem yang digunakan adalah proporsional. Menurut UU nomor 7 tahun 1953 tersebut, terdapat perbedaan sistem bilangan pembagi pemilih (BPP) untuk anggota konstituante dan anggota parlemen. Perbedaan-perbedaan tersebut adalah sebagai berikut:
  • Jumlah anggota konstituante adalah hasil bagi antara total jumlah penduduk Indonesia dengan 150.000 dibulatkan ke atas.
  • Jumlah anggota konstituante di masing-masing daerah pemilihan adalah hasil bagi antara total penduduk WNI di masing-masing wilayah tersebut dengan 150.000. Jumlah anggota konstituante di masing-masing daerah pemilihan adalah bilangan bulat hasil pembagian tersebut, seandainya kurang dari 6, dibulatkan menjadi 6. Sisa jumlah anggota konstituante dibagikan antara daerah-daerah pemilihan lainnya, seimbang dengan jumlah penduduk warganegara masing-masing;
  • Seandainya dengan cara poin ke dua di atas belum mencapai jumlah anggota konstituante seperti di poin ke satu, kekurangan anggota dibagikan antara daerah-daerah pemilihan yang mendapat jumlah anggota tersedikit, masing-masing 1, kecuali daerah pemilihan yang telah mendapat jaminan 6 kursi itu
  • Penetapan jumlah anggota DPR seluruh Indonesia adalah total jumlah penduduk Indonesia dibagi 300.000 dan dibulatkan ke atas.
  • Jumlah anggota DPR di masing-masing daerah pemilihan adalah hasil bagi antara total penduduk WNI di masing-masing wilayah tersebut dengan 300.000. Jumlah anggota DPR di masing-masing daerah pemilihan adalah bilangan bulat hasil pembagian tersebut, Seandainya kurang dari 3, dibulatkan menjadi 3. Sisa jumlah anggota DPR dibagikan antara daerah-daerah pemilihan lainnya, seimbang dengan jumlah penduduk warganegara masing-masing.
  • Seandainya dengan cara poin ke lima di atas belum mencapai jumlah anggota DPR seperti di poin ke empat, kekurangan anggota dibagikan antara daerah-daerah pemilihan yang memperoleh jumlah anggota tersedikit, masing-masing 1, kecuali daerah pemilihan yang telah mendapat jaminan 3 kursi itu.

Terdapat dua putaran pada pemilu 1955. Pertama untuk memilih anggota DPR pada tanggal 29 September 1955. Kedua untuk memilih anggota Konstituante pada tanggal 15 Desember 1955. Pemilu untuk memilih anggota DPR diikuti 118 parpol atau gabungan atau perseorangan dengan total suara 43.104.464 dengan 37.785.299 suara sah. Sementara itu, untuk pemilihan anggota Konstituante, jumlah suara sah meningkat menjadi 37.837.105 suara.

Sejarah Pelaksanaan Pemilu 1971

Pemilu tahun 2971 merupakan Pemilu pertama pada masa pemerintahan Orde Baru. Pemilu ini dilaksanakan tanggal 3 juli 1971 dengan menggunakan sistem gabungan. Landasan operasional Pemilu tahun 1971 adalah Ketetapan MPRS Nomor. XLII / MPRS/1968 (Perubahan dari Ketetapan MPRS Nomor XI/MPRS/1966), Undang Undang Nomor 15 tahun 1969 tentang Pemilu dan Undang Undang Nomor 16 tahun 1969 tentang Susunan Dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD.

Pemilu 1971 ditujukan untuk memilih anggota DPR. Pemilu tahun 1971 menghasilkan Golkar, NU, Parmusi, PNI, dan PSII Sebagai partai peraih suara terbanyak. Pemilu tahun 1971 sendiri dilaksanakan tanggal 3 Juli 1971. Pemilu ditujukan memilih 460 anggota DPR dimana 360 dilakukan melalui pemilihan langsung oleh rakyat sementara 100 orang diangkat dari kalangan angkatan bersenjata dan golongan fungsional oleh Presiden.

Untuk pemilihan anggota DPR dan DPRD digunakan sistem perwakilan berimbang (proporsional) dengan stelsel daftar. Pemilu diadakan di 26 provinsi Indonesia. Rakyat pemilih mencoblos tanda gambar partai. Untuk memilih anggota DPR daerah pemilihannya adalah Daerah Tingkat I (provinsi) dan sekurang-kurangnya 400.000 penduduk memiliki satu orang wakil dengan memperhatikan bahwa setiap provinsi minimal memiliki wakil minimal sejumlah daerah tingkat II (kabupaten/kota) di wilayahnya. Setiap daerah tingkat II minimal punya satu orang wakil.

Dalam Pemilu 1971, total pemilih terdaftar sebesar 58.179.245 orang dengan suara sah mencapai 54.699.509 atau 94% total suara. Dari total 460 orang anggota parlemen yang diangkat presiden, 75 orang berasal dari angkatan bersenjata sementara 25 dari golongan fungsional seperti tani, nelayan, agama, dan sejenisnya. Dari ke-25 anggota golongan fungsional kemudian bergabung dengan Sekber Golkar sehingga kursi Golkar meroket hingga ke angka 257 (dari 232 ditambah 25). Dari 460 orang anggota parlemen, jumlah anggota berjenis kelamin laki-laki 426 dan perempuan 34 orang.

Sejarah Pelaksanaan Pemilu 1977

Dasar hukum Pemilu 1977 adalah Undang-undang No. 4 Tahun 1975. Pemilu ini diadakan setelah fusi partai politik dilakukan pada tahun 1973. Sistem yang digunakan pada pemilu 1977 serupa dengan pada pemilu 1971 yaitu sistem proporsional dengan daftar tertutup. Pemilu 1977 diadakan secara serentak tanggal 2 Mei 1977. Pemilu 1977 ditujukan guna memiliki parlemen unicameral yaitu DPR di mana 360 orang dipilih lewat pemilu ini sementara 100 orang lainnya diangkat oleh Presiden Suharto.

Persyaratan untuk ikut serta sebagai pemilih adalah berusia sekurangnya 17 tahun atau pernah menikah, kecuali mereka yang menderita kegilaan, eks PKI ataupun organisasi yang berkorelasi dengannya, juga narapidana yang terkena pidana kurung minimal 5 tahun tidak diperbolehkan ikut serta. Sementara itu, kandidat yang boleh mencalonkan diri sekurang berusia 21 tahun, lancar berbahasa Indonesia, mampu baca-tulis latin, sekurangnya lulusan SMA atau sederajat, serta loyal kepada Pancasila sebagai ideologi negara. Voting dilakukan di 26 provinsi dengan sistem proporsional daftar partai (party list system).

Jumlah pemilih yang terdaftar 70.662.155 orang sementara yang menggunakan hak pilihnya 63.998.344 orang atau meliputi 90,56%. Sekber Golkar mendapat suara 39.750.096 (62,11%) dan memperoleh 232 kursi. PPP mendapat suara 18.743.491 (29,29%) dan memperoleh 99 kursi. PDI mendapat 5.504.757 suara (8,60%) dan memperoleh 29 kursi. Sementara itu, kursi jatah ABRI adalah 75 kursi dan golongan fungsional 25 kursi. Golongan fungsional lalu menggabungkan diri ke dalam sekber Golkar sehingga kursi untuk Golkar bertambah menjadi 257 kursi. Anggota parlemen laki-laki 426 orang sementara perempuan 34 orang (7,40%).

Sejarah Pelaksanaan Pemilu 1982

Pemilihan umum tahun 1982 dilakukan berdasarkan Undang-undang No. 2 tahun 1980. Pemilu 1982 diadakan tanggal 4 Mei 1982. Tujuannya sama seperti Pemilu 1977 di mana hendak memilih anggota DPR (parlemen). Hanya saja, komposisinya sedikit berbeda. Sebanyak 364 anggota dipilih langsung oleh rakyat, sementara 96 orang diangkat oleh presiden. Voting dilakukan di 27 daerah pemilihan berdasarkan sistem Proporsional dengan Daftar Partai (Party-List System). Partai mendapatkan kursi berdasarkan pembagian total suara yang didapat di masing-masing wilayah pemilihan dibagi electoral quotient di masing-masing wilayah.

Jumlah total pemilih yang terdaftar dalam pemilu 1982 adalah 82.132.263 orang dengan jumlah suara sah mencapai 74.930.875 atau 91,23%. Golkar mendapat 48.334.724 suara (58,44%) sehingga berhak untuk mendapat 246 kursi parlemen. PPP mendapat 20.871.880 suara (25,54%) sehingga berhak untuk mendapat 94 kursi parlemen. PDI mendapat 5.919.702 suara (7,24%) sehingga berhak mendapat 24 kursi parlemen.

Sedangkan anggota DPR yang diangkat Presiden Suharto berasal dari ABRI sejumlah 75 orang dan golongan fungsional sebanyak 21 orang. Golongan fungsional lalu bergabung dengan Golkar sehingga kursi parlemen Golkar naik menjadi 267 kursi dan menjadi sangat dominan. Dari 360 anggota parlemen, yang berjenis kelamin laki-laki sejumlah 422 dan perempuan 38 orang.

Sejarah Pelaksanaan Pemilu 1987

Pemilu 1987 dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah Republik Indonesia pada tanggal 23 April 1987 dengan menggunakan sistem Proporsional dengan varian Party-List. Landasan operasional Pemilu tahun 1987 adalah Ketetapan MPR Nomor III/MPR/1983, Undang - Undang Nomor 1 tahun 1985 dan Keputusan Presiden Nomor 70 tahun 1985.

Peserta Pemilu tahun 1987 sama dengan Pemilu 1982. Sebelum Pemilu 1987 dilaksanakan, pemerintah melalui Undang - Undang Nomor 3 tahun 1985 tentang Partai Politik dan Golkar menetapkan bahwa Pancasila menjadi satu - satunya asas bagi setiap partai politik dan Golkar, sehingga Partai Persatuan Pembangunan yang semula berlambang Ka’bah diganti dengan lambang Bintang.

Tujuan pemilihan sama dengan pemilu sebelumnya yaitu memilih anggota parlemen atau anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tingkat I Provinsi maupun DPRD Tingkat II Kabupaten/Kotamadya seluruh Indonesia untuk Periode 1987 - 1992. Total kursi yang tersedia adalah 500 kursi. Dari jumlah ini, 400 dipilih secara langsung dan 100 diangkat oleh Presiden Suharto.

Total pemilih yang terdaftar adalah sekitar 94.000.000 dengan total suara sah mencapai 85.869.816 atau 91,30%. Golkar mendapat 62.783.680 suara (73,16%) sehingga berhak atas 299 kursi parlemen. PPP mendapat 13.701.428 suara (15,97%) sehingga berhak atas 61 kursi parlemen. PDI mendapat 9.384.708 suara (10,87%) sehingga berhak atas 40 kursi parlemen. Jumlah anggota parlemen dari ABRI yang diangkat Presiden Suharto berjumlah 75 orang (kursi) sementara dari golongan fungsional 25 orang (kursi). Jumlah anggota parlemen yang berjenis kelamin laki-laki adalah 443 sementara yang perempuan 57 orang. Sementara itu, jumlah anggota parlemen berusia 21-30 tahun adalah 5 orang, 31-40 tahun 38 orang, 41-50 tahun 173 orang, 51-60 tahun 213 orang, 61-70 tahun 70 orang, dan 71-80 tahun 1 orang.

Hasil Pemilu kali ini ditandai dengan melorotnya perolehan kursu PPP, yakni hilangnya 33 kursi dibandingkan Pemilu 1982, sehingga hanya memperoleh 61 kursi. Penyebab merosotnya PPP antara lain karena tidak boleh lagi partai itu memakai asas Islam dan diubahnya lambang dari Ka’bah kepada Bintang dan terjadinya penggembosan oleh tokoh- tokoh unsur NU, terutama Jawa Timur dan Jawa Tengah.

Disisi lain Golkar mendapat tambahan 53 kursi sehingga menjadi 299 kursi. PDI, yang tahun 1986 dapat dikatakan mulai dekat dengan kekuasaan, sebagaimana diindikasikan dengan pembentukan DPP PDI hasil Kongres 1986 oleh Menteri Dalam Negeri Soepardjo Rustam, sukses menambah perolehan kursi secara signifikan dari 30 kursi pada Pemilu 1982 menjadi 40 kursi di Pemilu 1987 ini.

Sejarah Pelaksanaan Pemilu 1992

Pemilu 1992 merupakan Pemilu kelima pada masa pemerintahan Orde Baru. Pemilu 1992 di laksanakan pada tanggal 9 Juni 1992 dengan menggunakan Sistem Pemilu seperti pemilu sebelumnya yaitu Proporsional dengan varian Party-List. Landasan operasional Pemilu 1992 adalah Ketetapan MPR Nomor III/MPR/1988, Undang – Undang Nomor 1 tahun 1985 dan Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1990.

Pemilihan Umum ini diikuti 2 partai politik dan 1 Golongan Karya, yaitu :
  1. Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
  2. Partai Demokrasi Indonesia (PDI)
  3. Golongan Karya (Golkar)
Sebagai Pemenang mayoritas hasil pemilihan umum ini adalah Golongan Karya.

Tujuan Pemilu 1992 adalah memilih secara langsung 400 kursi DPR. Total pemilih yang terdaftar adalah 105.565.697 orang dengan total suara sah adalah 97.789.534. Untuk hasil Pemilu 1992, Golkar mendapat 66.599.331 suara (68,10%) sehingga berhak atas 282 kursi parlemen. PPP mendapat 16.624.647 suara (17,01%) sehingga berhak atas 62 kursi parlemen. PDI mendapat 14.565.556 suara (10,87%) sehingga berhak atas 56 kursi parlemen. Presiden Suharto mengangkat 75 orang (kursi) untuk ABRI dan 25 orang (kursi) untuk golongan fungsional.

Komposisi anggota DPR totalnya adalah 500 orang. Dari jumlah tersebut yang berjenis kelamin laki-laki adalah 439 orang sementara perempuan 61 orang. Di sisi lain, kisaran usia anggota DPR ini adalah 21-30 tahun 3 orang; 31-40 tahun 45 orang; 41-50 tahun 144 orang; 51-65 tahun 287 orang; dan di atas 65 tahun 21 orang.

Sejarah Pelaksanaan Pemilu 1997

Pemilu 1997 merupakan Pemilu terakhir di masa Presiden Suharto. Pemilu ini diadakan tanggal 29 Mei 1997. Tujuan pemilu ini adalah memilih 424 orang anggota DPR. Sistem pemilu yang digunakan adalah Proporsional dengan varian Party-List. Pada tanggal 7 Maret 1997, sebanyak 2.289 kandidat (caleg) telah disetujui untuk bertarung guna memperoleh kursi parlemen.

Hasil Pemilu 1997 adalah Golkar mendapat 84.187.907 suara (74,51%) sehingga berhak atas 325 kursi parlemen. PPP mendapat 25.340.028 suara (22,43%) sehingga berhak atas 89 kursi parlemen. PDI mendapat 3.463.225 suara (3,06%) sehingga berhak atas 11 kursi parlemen. Anggota parlemen yang diangkat Presiden Suharto hanya dari ABRI saja yaitu 75 orang (kursi). Sehingga total anggota parlemen 500 orang.

Sejarah Pelaksanaan Pemilu 1999

Pemilu 1999 adalah pemilu pertama pasca kekuasaan presiden Suharto. Pemilu ini diadakan di bawah kepemimpinan Presiden B.J. Habibie. Pemilu ini terselenggara di bawah sistem politik Demokrasi Liberal. Artinya, jumlah partai peserta tidak lagi dibatasi seperti pemilu-pemilu lalu yang hanya terdiri dari Golkar, PPP, dan PDI.

Sebelum menyelenggarakan Pemilu, pemerintahan B.J. Habibie mengajukan tiga rancangan undang-undang selaku dasar hukum dilaksanakannya pemilu 1999, yaitu RUU tentang Partai Politik, RUU tentang Pemilu, dan RUU tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD. Ketiga RUU ini diolah oleh Tim Tujuh yang diketuai Profesor Ryaas Rasyid dari Institut Ilmu Pemerintahan. Setelah disetujui DPR, barulah pemilu layak dijalankan. Pemilu 1999 diadakan berdasarkan Undang-undang Nomor 3 tahun 1999 tentang Pemilihan Umum. Sesuai pasal 1 ayat (7) pemilu 1999 dilaksanakan dengan menggunakan sistem proporsional berdasarkan stelsel daftar dengan varian Roget.

Dalam pemilihan anggota DPR, daerah pemilihannya (selanjutnya disingkat Dapil) adalah Dati I (provinsi), pemilihan anggota DPRD I dapilnya Dati I (provinsi) yang merupakan satu daerah pemilihan, sementara pemilihan anggota DPRD II dapilnya Dati II yang merupakan satu daerah pemilihan. Jumlah kursi anggota DPR untuk tiap daerah pemilihan ditetapkan berdasarkan jumlah penduduk Dati I dengan memperhatikan bahwa Dati II minimal harus mendapat 1 kursi yang penetapannya dilakukan oleh KPU.

Undang-undang Nomor 3 tahun 1999 juga menggariskan bahwa jumlah kursi DPRD I minimal 45 dan maksimal 100 kursi. Jumlah kursi tersebut ditentukan oleh besaran penduduk.
  • Provinsi dengan jumlah penduduk hingga 3.000.000 jiwa mendapat 45 kursi.
  • Provinsi dengan jumlah penduduk 3.000.001 - 7.000.000 mendapat 55 kursi.
  • Provinsi dengan jumlah penduduk 5.000.001 - 7.000.000 mendapat 65 kursi.
  • Provinsi dengan jumlah penduduk 7.000.001 - 9.000.000 mendapat 75 kursi.
  • Provinsi dengan jumlah penduduk 9.000.001 - 12.000.000 mendapat 85 kursi.
  • Sementara itu, provinsi dengan jumlah penduduk di atas 12.000.000 mendapat 100 kursi.

Undang-undang juga mengamanatkan bahwa untuk Dati II (kabupaten/kota) minimal mendapat 1 kursi untuk anggota DPRD I lewat penetapan KPU.
  • Dati II berpenduduk hingga 100.000 mendapat 20 kursi.
  • Dati II berpenduduk 100.001 - 200.000 mendapat 25 kursi.
  • Dati II berpenduduk 200.001 - 300.000 mendapat 30 kursi.
  • Dati II berpenduduk 300.001 - 400.000 mendapat 35 kursi.
  • Dati II berpenduduk 400.001 - 500.000 mendapat 40 kursi.
  • Sementara itu, untuk Dati II berpenduduk di atas 500.000 mendapat 45 kursi.
Setiap kecamatan minimal harus diwakili oleh 1 kursi di DPRD II. KPU adalah pihak yang memutuskan penetapan perolehan jumlah kursi.

Jumlah partai yang terdaftar di Kementrian Hukum dan HAM adalah 141 partai, sementara yang lolos verifikasi untuk ikut Pemilu 1999 adalah 48 partai. Pemilu 1999 diadakan tanggal 7 Juni 1999. Namun, tidak seperti pemilu-pemilu sebelumnya, Pemilu 1999 mengalami hambatan dalam proses perhitungan suara. Terdapat 27 partai politik yang tidak bersedia menandatangani berkas hasil pemilu 1999 yaitu: PARI, PSP, PUMI, SPSI, Murba, PID, PPI, PRD, PADI, PKM, PND, PUDI, PBN, Partai SUNI, PNBI, Partai MKGR, PIB, PKD, PAY, Krisna, Partai KAMI, Masyumi, PNI Supeni, PBI, PDI, Partai Keadilan dan PNU.

Karena penolakan 27 partai politik ini, KPU menyerahkan keputusan kepada Presiden. Presiden menyerahkan kembali penyelesaian persoalan kepada Panitia Pengawas Pemilu (selanjutnya disingkat Panwaslu. Rekomendasi Panwaslu adalah, hasil Pemilu 1999 sudah sah, ditambah kenyataan partai-partai yang menolak menandatangani hasil tidak menyertakan point-point spesifik keberatan mereka. Sebab itu, Presiden lalu memutuskan bahwa hasil Pemilu 1999 sah dan masyarakat mengetahui hasilnya tanggal 26 Juli 1999.

Masalah selanjutnya adalah pembagian kursi. Sistem Pemilu yang digunakan adalah Proporsional dengan varian Party-List. Masalah yang muncul adalah pembagian kursi sisa. Partai-partai beraliran Islam melakukan stembus-accord (penggabungan sisa suara) menurut hitungan Panitia Pemilihan Indonesia (PPI) hanya mendapat 40 dari 120 kursi. Di sisi lain, 8 partai beraliran Islam yang melakukan stembus-accord tersebut mengklaim mampu memperoleh 53 dari 120 kursi sisa.

Perbedaan pendapat ini lalu diserahkan PPI kepada KPU. KPU, di depan seluruh partai politik peserta pemilu 1999 menyarankan voting. Voting ini terdiri atas dua opsi. Pertama, pembagian kursi sisa dihitung dengan memperhatikan suara stembus-accord. Kedua, pembagian tanpa stembus-accord. Hasilnya, 12 suara mendukung opsi pertama, dan 43 suara mendukung opsi kedua. Lebih dari 8 partai melakukan walk-out. Keputusannya, pembagian kursi dilakukan tanpa stembus-accord. Penyelesaian sengketa hasil pemilu dan perhitungan suara ini masih dilakukan oleh badan-badan penyelenggara pemilu karena Mahkamah Konstitusi belum lagi terbentuk.

Total jumlah suara partai yang tidak menghasilkan kursi 9.700.658 atau meliputi 9,17% suara sah. Hasil ini diperoleh dengan menerapkan sistem pemilihan Proporsional dengan Varian Roget. Dalam sistem ini, sebuah partai memperoleh kursi seimbang dengan suara yang diperolehnya di daerah pemilihan, termasuk perolehan kursi berdasarkan the largest remainder (sisa kursi diberikan kepada partai-partai yang punya sisa suara terbesar).
Perbedaan antara Pemilu 1999 dengan Pemilu 1997 ialah bahwa pada Pemilu 1999 penetapan calon terpilih berdasarkan pada rangking perolehan suara suatu partai di daerah pemilihan. Jika sejak Pemilu 1971 calon nomor urut pertama dalam daftar partai otomatis terpilih bila partai itu mendapat kursi, maka pada Pemilu 1999 calon terpilih ditetapkan berdasarkan suara terbesar atau terbanyak dari daerah di mana seseorang dicalonkan. Contohnya, Caleg A meski berada di urutan terbawah daftar caleg, jika dari daerahnya ia dan partainya mendapatkan suara terbesar, maka dia-lah yang terpilih. Untuk penetapan caleg terpilih berdasarkan perolehan suara di Daerah Tingkat II (kabupaten/kota), Pemilu 1999 ini sama dengan metode yang digunakan pada Pemilu 1971.

Dari total 500 anggota DPR yang dipilih, sebanyak 460 orang berjenis kelamin laki-laki dan hanya 40 orang yang berjenis kelamin perempuan. Sebab itu, persentase anggota DPR yang berjenis kelamin perempuan hanya meliputi 8% dari total.

Sejarah Pelaksanaan Pemilu 2004

Pemilihan Umun Indonesia 2004 adalah Pemilu pertama yang memungkinkan rakyat untuk memilih Presiden secara langsung, dan cara pemilihannya benar – benar berbeda dari Pemilu sebelumnya. Pemilu 2004 sekaligus membuktikan upaya serius mewujudkan sistem pemerintahan Presidensil yang dipakai oleh pemerintah Indonesia. Pada Pemilu ini, rakyat dapat memilih langsung Presiden dan Wakil Presiden (sebelumnya Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh MPR yang anggota - anggotanya dipilih melalui Presiden).

Selain itu, pada pemilu ini pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tidak dilakukan secara terpisah (seperti Pemilu 1999). Pada Pemilu ini, yang dipilih adalah pasangan calon (pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden), bukan calon Presiden dan calon Wakil Presiden secara terpisah. Landasan operasional Pemilu 2004 adalah:
  • Undang - Undang RI Nomor 23 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
  • Undang - Undang RI Nomor 22 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Daerah.
  • Undang - Undang RI Nomor 12 tahun 2003 tantang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Sistem pemilu yang digunakan adalah Proporsional dengan Daftar Calon Terbuka. Proporsional Daftar adalah sistem pemilihan mengikuti jatah kursi di tiap daerah pemilihan. Jadi, suara yang diperoleh partai-partai politik di tiap daerah selaras dengan kursi yang mereka peroleh di parlemen. 

Pelaksanaan Pemilu tahun 2004 dilakukan dalam tiga tahap, yaitu sebagai berikut:
1. Pemilu Legislatif
Pemilu Legislatif adalah tahap pertama dari rangkaian tahapan Pemilu 2004. Pemilu legislatif ini diikuti 24 Partai Politik, dan dilaksanakan pada tanggal 5 April 2004. Pemilu ini bertujuan untuk memilih partai politik (sebagai persyaratan Pemilu Preside) dan anggotanya untuk dicalonkan menjadi anggota DPR dan DPRD. Pemilu tahap pertama juga ditujukan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Partai – Partai Politik yang memperoleh suara lebih besar atau sama dengan tiga persen dapat mencalonkan pasangan calonnya untuk maju ke tahap berikutnya, yaitu pada Pemilu Presiden putaran pertama. Pemilu Legislatif tahun 2004 menempatkan kembali Golkar sebagai peraih suara terbanyak disusul PDIP, PPP, Partai Demokrat, PKB, PAN, dan PKS.

2. Pemilu Presiden Putaran Pertama
Setelah Pemilu Legislatif selesai, partai yang memiliki suara lebih besar atau sama dengan tiga persen dapat mencalonkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya untuk maju ke Pemilu Presiden Putaran Pertama. Apabila dalam Pemilu ini ternyata ada pasangan calon yang memperoleh suara lebih dari 50 persen, maka pasangan calon itu langsung diangkat menjadi Presiden dan Wakil Presiden. Selebihnya, Pemilu Presiden putaran kedua akan diselenggarakan dengan ua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak. Pemilu prresiden putaran pertama 2004 ini diikuti oleh 5 pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden, dan diselenggarakan pada tanggal 5 Juli 2004.

Ada lima pasangan calon Presiden dan calon Wakil Presiden yang dicalonkan di Pemilu Presiden putaran pertama, yaitu :
  1. H. Wiranto, SH. Dan Ir.H. Salahuddin Wahid (dicalonkan oleh Partai Golongan Karya).
  2. Hj. Megawati Soekarno Putri dan KH. Ahmad Hasyim Muzadi (dicalonkan dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan).
  3. Prof. Dr.H.M. Amien Rais dan Dr.Ir.H. Siswono Yudo Husodo (dicalonkan oleh Partai Amanat Nasional).
  4. DR.H. Susilo Bambang Yudhoyono dan Drs.H. Muhammad Jusuf Kalla (dicalonkan oleh Partai Demokrat, Partai Bulan Bintang, dan Partai Persatuan dan Kesatuan Indonesia).
  5. Dr.H. Hamzah Haz dan H. Agum Gumelar, M.Sc. (dicalonkan oleh Partai Persatuan Pembangunan).
Hasil Pemilu ini diumumkan pada tanggal 26 Juli 2004, dengan hasil ini masih perlu diadakan Pemilu Presiden putaran kedua karena belum adanya pasangan calon yang mendapatkan suara paling tidak 50 persen.

3. Pemilu Presiden Putaran Kedua
Sesuai hasil Pemilu Presiden putaran pertama di atas, yaitu belum ada pasangan calon yang memperolehan suara lebih dari 50 persen, maka diadakanlah Pemilu Presiden putaran kedua. Pasangan – pasangan calon yang mengikuti Pemilu Presiden putaran kedua ini adalah dua pasangan calon dengan yang memperoleh suara terbanyak pada Pemilu Presiden putaran pertama 2004 yang lalu. Pemilu ini diadakan pada tanggal 20 September 2004.

Ada dua Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang memperoleh suara terbanyak pada Pemilu Presiden putaran pertama yang dicalonkan di Pemilu Presiden Putaran kedua, yaitu :
  1. Hj. Megawati Soekarno Putri dan KH. Ahmad Hasyim Muzadi (dicalonkan oleh partai Demokrasi Indonesia Perjuangan).
  2. DR.H. Susilo Bambang Yudhoyono dan Drs.H. Muhammad Jusuf Kalla (dicalonkan oleh Partai Demokrat, Partai Bulan Bintang, dan Partai Persatuan dan Kesatuan Indonesia).

Hasil Pemilu Presiden putaran kedua telah dihitung dan diumumkan oleh KPU pada tanggal 4 Oktober 2004 melalui Keputusan KPU Nomor 98/SK/KPU/2004. Pada putaran kedua ini, pasangan DR.H. Susilo Bambang Yudhoyono dan Drs.H. Muhammad Jusuf Kalla berhasil memperoleh suara terbanyak mengalahkan pasangan Hj. Megawati Soekarno Putri dan KH.Ahmad Hasyim Muzadi. Dengan demikian pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Muhammad Jusuf Kalla ditetapkan menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI menggantikan Presiden dan Wakil Presiden Hj. Megawati Soekarno Putri dan Dr.H. Hamzah Haz. Pelantikannya sendiri dilaksanakan pada tanggal 20 Oktober 2004 oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Sejarah Pelaksanaan Pemilu 2009

Pemilu 2009 dilaksanakan menurut Undang-undang Nomor 10 tahun 2008. Jumlah kursi DPR ditetapkan sebesar 560 di mana daerah dapil anggota DPR adalah provinsi atau bagian provinsi. Jumlah kursi di tiap dapil yang diperebutkan minimal tiga dan maksimal sepuluh kursi. Ketentuan ini berbeda dengan Pemilu 2004.
Pemilihan Presiden
Pemilu Presiden tahun 2009 menggunakan Two Round System. Artinya, jika pada putaran pertama tidak terdapat pasangan yang menang 50 plus 1 atau merata persebaran suara di lebih dari setengah daerah pemilihan maka konsekuensinya harus diadakan putaran kedua. Untungnya, dana negara tidak terbuang sia-sia karena pemilu Presiden 2009 ini cuma berlangsung satu putaran saja. Pilpres yang direkapitulasi oleh KPU pada 22 - 4 Juli 2009 ini diikuti oleh tiga pasang calon yaitu: Megawati-Prabowo, SBY-Boediono dan Jusuf Kalla-Wiranto. Hasil Pilpres resmi KPU menghasilkan data berikut:
  1. SBY-Boediono (73.874.562 atau 60,80%)
  2. Megawati-Prabowo (32.548.105 atau 26,79%)
  3. JK-Wiranto (15.081.814 atau 12.41%)

Dengan demikian, pasangan SBY-Boediono keluar sebagai pemenang Pemilihan Presiden tahun 2009 dan sah untuk mengatur administrasi negara kesatuan Republik Indonesia dari 2009 hingga 2014.

Pemilihan Legislatif
Menurut Pasal 23 Undang-undang Nomor 10 tahun 2008, jumlah kursi untuk anggota DPRD Provinsi minimal tiga puluh lima dan maksimal seratus kursi. Jumlah ini ditentukan melalui perhitungan jumlah penduduk wilayah provinsi masing-masing dimana:
  1. provinsi berpenduduk minimal 1.000.000 mendapat alokasi 35 kursi.
  2. provinsi berpenduduk 1.000.000–3.000.000 mendapat alokasi 45 kursi.
  3. provinsi berpenduduk 3.000.000–5.000.000 mendapat alokasi 55 kursi.
  4. provinsi berpenduduk 5.000.000–7.000.000 mendapat alokasi 65 kursi.
  5. provinsi berpenduduk 7.000.000–9.000.000 mendapat alokasi 75 kursi.
  6. provinsi berpenduduk 9.000.000–11.000.000 mendapat alokasi 85 kursi.
  7. provinsi berpenduduk di atas 11.000.000 mendapat alokasi 100 kursi.
Selanjutnya pasal 24 undang-undang ini menyebutkan bahwa daerah pemilihan anggota DPRD Provinsi adalah kabupaten atau kota atau gabungan kabupaten atau kota di mana jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPRD provinsi sama dengan pemilu 2004.

Daerah pemilihan anggota DPRD kabupaten atau kota adalah kecamatan atau gabungan kecamatan yang jumlahnya sama seperti pemilu 2004. Jumlah kursi DPRD kabupaten atau kota paling sedikit 20 dan paling banyak 50 kursi, yang besaran kursinya ditentukan oleh:
  1. wilayah berpenduduk hingga 100.000 mendapat alokasi 20 kursi.
  2. wilayah berpenduduk 100.000–200.000 mendapat alokasi 25 kursi.
  3. wilayah berpenduduk 200.000–300.000 mendapat alokasi 30 kursi.
  4. wilayah berpenduduk 300.000–400.000 mendapat alokasi 35 kursi.
  5. wilayah berpenduduk 400.00–500.000 mendapat alokasi 40 kursi.
  6. wilayah berpenduduk 500.000–1.000.000 mendapat alokasi 45 kursi.
  7. wilayah berpenduduk > 1.000.000 mendapat alokasi 50 kursi.

Pemilihan DPD
Untuk pemilihan anggota DPD ditetapkan 4 kursi bagi setiap provinsi. Provinsi adalah daerah pemilihan untuk anggota DPD. Dan dengan demikian dengan total provinsi sejumlah 33, jumlah anggota DPD Indonesia adalah 132 orang.

Pemilu 2009 masih menggunakan sistem yang mirip dengan Pemilu 2004. Namun, electoral threshold dinaikkan menjadi 2,5%. Artinya, partai-partai politik tatkala masuk ke perhitungan kursi caleg hanya dibatasi bagi yang berhasil mengumpulkan komposisi suara di atas 2,5%. Pemilu ini pun mirip dengan Pemilu 1999 di mana 48 partai ikut berlaga dalam kompetisi dagang janji ini.

Sejarah Pelaksanaan Pemilu 2014

Pelaksanaan pemilu tahun 2014 terdiri dari pemilihan legislatif yang bertujuan untuk memilih anggota DPR, DPRD, dan DPD, serta pemilihan presiden. Pemilihan Legislatif dilakukan pada tanggal 9 April 2014 sedangkan Pemilihan Presiden dilakukan pada tanggal 9 Juli 2014, bila hasilnya mengharuskan dua putaran, maka akan dilakukan di bulan september 2014.

Pemilu tahun 2014 diselenggarakan berdasarkan:
  1. Undang-Undang 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah (mencakup pemilu kepala daerah
  2. Undang-Undang 42/2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden
  3. Undang-Undang 27/2009 tentang Majelis Permusyarawatan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
  4. Undang-Undang 2/2011 tentang Partai Politik
  5. Undang-Undang 15/2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum
  6. Undang-Undang 8/2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

DPR terdiri dari 560 anggota yang berasal dari 77 daerah pemilihan berwakil majemuk (multi-member electoral districts) yang memiliki tiga sampai sepuluh kursi per daerah pemilihan (tergantung populasi penduduk dapil terkait) yang dipilih melalui sistem proporsional terbuka. Ambang batas parlemen sebesar 3,5 persen berlaku hanya untuk DPR dan tidak berlaku untuk DPRD. Sedangkan DPD memiliki 132 perwakilan, yang terdiri dari empat orang dari masing-masing provinsi (dengan jumlah provinsi 33), yang dipilih melalui sistem mayoritarian dengan varian distrik berwakil banyak (single non-transferable vote, SNTV).

Untuk Pemilu 2014, UU 8/2012 mempertahankan diwajibkannya kuota minimal 30 persen calon perempuan untuk daftar calon yang diajukan dan satu calon perempuan dalam setiap tiga calon secara berurutan dari awal daftar calon. Kedua ketentuan ini sekarang memiliki ancaman sanksi jika gagal dipenuhi partai politik yang gagal memenuhi kuota tersebut akan dicabut haknya sebagai peserta pemilu di daerah pemilihan di mana kuota tersebut gagal dipenuhi.

Penyelenggara pemilihan umum yang berdasarkan undang-undang dilaksanakan oleh KPU dan Bawaslu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) merupakan lembaga yang bertanggung jawab mengawasi agar gugatan terkait pemilu ditujukan kepada badan yang tepat dan diselesaikan secara benar, secara umum, pelanggaran bersifat kriminal dirujuk kepada polisi dan pengadilan biasa, dan pelanggaran administrasi kepada KPU. UU 8/2012 tentang Pemilihan Umum Legislatif memberikan Bawaslu wewenang pemutusan perkara dalam sengketa antara KPU dan peserta Pemilu.Putusan Bawaslu bersifat final terkecuali untuk hal-hal terkait pendaftaran partai politik dan calon legislatif peserta pemilu.

Sedangkan pelanggaran serius yang mempengaruhi hasil pemilu diajukan secara langsung kepada Mahkamah Konstitusi. Ketentuan dalam UU 15/2011 mengatur bahwa Bawaslu dan KPU adalah lembaga yang setara dan terpisah. Anggota Bawaslu dipilih oleh komite seleksi yang sama dengan komite yang memilih anggota KPU. UU 15/2011 juga menetapkan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). DKPP adalah dewan etika tingkat nasional yang ditetapkan untuk memeriksa dan memutuskan gugatan dan/atau laporan terkait tuduhan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota KPU atau Bawaslu.


Sekian artikel mengenai Sejarah Pelaksanaan Pemilu di Indonesia dari Masa ke Masa (1955-2014). semoga artikel ini dapat bermanfaat bagi sobat baik untuk mengerjakan tugas, maupun untuk sekedar menambah wawasan tentang pemilu di indonesia, pelaksanaan pemilu di indonesia, pemilu pada masa orde baru dan sistem pemilu di indonesia, Terimakasih atas kunjungannya.

Sejarah Pelaksanaan Pemilu di Indonesia dari Masa ke Masa (1955-2014)
MARKIJAR : MARi KIta belaJAR

Posting Komentar untuk "Sejarah Pelaksanaan Pemilu di Indonesia dari Masa ke Masa (1955-2014)"